Cahaya televisi bergelombang, tak ada siaran apa pun disana, yang memenuhi layarnya hanyalah bintik hitam putih yang berdesakan tidak beraturan. Botol minuman sudah kosong, demikian juga dengan gelas kaca yang tergeletak disebelahnya. Dan di atas sofa berlapiskan selimut abu-abu terbaring seorang lelaki tua dengan setelan kemeja putih lusuh.
_________________________
Perlahan rembulan mengintip
Lewat jendela kaca yang menggigil
Ternyata cahaya purnama
Tak sanggup menghangatkannya
Dari malam, dari angin kenangan
_________________________
Bayangan di bawah jendela berhenti, lalu bergerak naik kesamping jendela. Wajah perempuan muda putih tadi mengintip seperti cahaya rembulan lewat jendela, bola mata keemasannya memandang sedih kearah sosok lelaki yang tertidur lelap di atas shopa. Rasa sedih mengarungi samudra perasaannya, membuat dia ingin menangis namun sudah lama dia tidak mampu menangis lagi. Kadang dia pun bertanya pada dirinya sendiri. Apakah jantung ini masih bisa berdebar-debar saat perasaan seperti ini muncul. Namun nafas dengan asap dingin membuat asanya jadi melonggar.
__________________________
Mimpi buruk membangunkannya
Dari tidur yang tidak lama
Lalu sekilas bayangan menimpa raut wajahnya
Membuat dia bergerak kedekat jendela
Hampa, harap, menguap
Seperti malam-malam yang sudah lewat
__________________________
“Leli,” panggilnya gugup sembari membuka jendela. Wajah tuanya menjenguk ke halaman rumah yang sepi. “Jika itu kau maka perlihatkanlah dirimu,” ucapnya setengah berteriak, namun cukup lama dia membisu tak juga ada jawaban. Dia pun menyandarkan kepalanya ke kayu jendela dengan air mata membasahi baju kemeja putih lusuhnya. Lelaki tua itu pilu untuk yang kesekian kali.
<>
14 tahun yang lalu
Malam cerah berhias bintang dengan rembulan yang bertengger diantaranya, sabit indah dengan lengkungan gelap yang menutupinya, bergerak mengikuti pergerakan mobil yang melaju dijalan sepi. Sepasang kekasih yang baru 2 hari merajut rumah tangga itu berencana menghabiskan bulan madu mereka di vila indah yang ada di daerah penggunakan.
______________________________________
Selendang jinggamu berkibar menyapu malam
Mengalihkan dinginnya angin
Menghangatkan suasanan hati
Dan saat kau merapatkan dirimu dipelukanku
Debar jantung kita beradu bersahutan
Menguat, menjadikan malam hanya milik kita berdua
_____________________________________
Lonceng kastil tua yang berada diseberang danau tepat vila mereka berada, berdentang menggema melewati pepohonan pinus yang bergoyang. Membuat pasangan tadi menatap keluar kearah lampu kastil yang mereka lihat dari jendela vila. Tiba-tiba saja lampu vila padam, keadaan ruangan tempat mereka berada menjadi gelap gulita.
“Mack, kau mau kemana?,” tanya si perempuan yang merasakan pergerakan suaminya bangkit dari sofa.
“Kau diam di sini, aku akan mencari lilin,” ucapnya sambil menyalakan pematik yang sebelumnya ada didalam kantongnya.
_____________________________________
Gelap menelan senyap
Kunang-kunang bersembunyi di pepohonan
Suara langkah terdengar mengabur
Demikian juga dengan pandangan berubah kabur
Lalu sesekali cahaya muncul
lewat pematik yang terus padam tersapu angin
Dan teriakan nyaring melengking
Bersamaan dengan kawanan lampu
Yang menyala disetiap penjuru
_____________________________________
Mack berlari menuju asal teriakan tadi, dan saat dia mencapai halaman belakang vila, suara tadi lenyap di antara pepohonan pinus yang gelap. “Leli!,” teriaknya, namun tidak ada jawaban yang didapatkannya. Ketika dia maju ingin menerobos hutan pinus, di bawah remang cahaya lampu belakang, terlihat noda darah terseret kedalam hutan. Rasa panik semakin memacu adrenalinnya, dia pun berlari ke dalam hutan pinus sambil memanggil nama istrinya. Namun hingga siang kembali menjemput, Leli tidak juga ditemukannya.
<>
Sudah 14 tahun waktu berlalu, usia sudah memakan ketampanannya, begitu juga dengan waktunya untuk berpetualang mencari cinta yang lain. Bukan karena dia tidak mau mencari, namun bayangan istrinya dirasanya selalu hadir mengawasi setiap malamnya. 14 tahun ini adalah 14 tahun terberat dalam hidupnya dan di tahun-tahun terakhir ini penyakit jantung yang dideritanya semakin mengikis kehidupannya, tak lama lagi hidupnya akan menjadi debu yang menghilang tersapu waktu.
_____________________________
Di balik jendela
Bayangan itu muncul bagaikan nyata
Hingga tiba suatu saat
Bayangan itu berhenti bergerak
Mata keemasannya terpancar didalam gelap
Merah di bibirnya merona membentuk senyum kesedihan
Andai aku bisa meminta
Kumohon kau dengarkan aku
Dengarkan panggilanku
_____________________________
“Leli,” panggilnya gugup sembari membuka jendela. Wajah tuanya menjenguk ke halaman rumah yang sepi. “Jika itu kau maka perlihatkanlah dirimu,” ucapnya setengah berteriak, namun cukup lama dia membisu tak juga ada jawaban. Dia pun menyandarkan kepalanya ke kayu jendela dengan air mata membasahi baju kemeja putih lusuhnya. Lelaki tua itu pilu untuk yang kesekian kali.
Dan jauh didalam hutan di balik jendela, seorang perempuan muda berjalan menjauh, kepalanya melengak ke langit, kedua tangannya merentang lepas. Sayap-sayapnya muncul membawanya terbang melintasi malam yang panjang. Saat di angkasa dia berpaling sejenak, memandang kearah jendela yang terlihat seperti titik cahaya bintang dikejauhan.
“Maafkan aku,” ucapnya sembari menyapu darah di bibirnya. “Tak pernah ada keberanian bagiku untuk melakukan ini,” lanjutnya yang kemudian kembali berpaling dan pergi ditelan malam.
____________________________
Di balik jendela tubuh itu bergetar
Roboh dan terkapar
Bekas gigitan itu meracuninya
Membuat jantungnya berhenti berdetak
Senyap, sepi di jendela tadi
Menyisakan sosok yang telentang
Perlahan dibukanya kedua mata
Yang tersisa adalah warna merah menyala
______________________________
<>