14 Tahun Waktu Berlalu

galimg_975

Cahaya televisi bergelombang, tak ada siaran apa pun disana, yang memenuhi layarnya hanyalah bintik hitam putih yang berdesakan tidak beraturan. Botol minuman sudah kosong, demikian juga dengan gelas kaca yang tergeletak disebelahnya. Dan di atas sofa berlapiskan selimut abu-abu terbaring seorang lelaki tua dengan setelan kemeja putih lusuh.

_________________________

Perlahan rembulan mengintip

Lewat jendela kaca yang menggigil

Ternyata cahaya purnama

Tak sanggup menghangatkannya

Dari malam, dari angin kenangan

_________________________

Bayangan di bawah jendela berhenti, lalu bergerak naik kesamping jendela. Wajah perempuan muda putih tadi mengintip seperti cahaya rembulan lewat jendela, bola mata keemasannya memandang sedih kearah sosok lelaki yang tertidur lelap di atas shopa. Rasa sedih mengarungi samudra perasaannya, membuat dia ingin menangis namun sudah lama dia tidak mampu menangis lagi. Kadang dia pun bertanya pada dirinya sendiri. Apakah jantung ini masih bisa berdebar-debar saat perasaan seperti ini muncul. Namun nafas dengan asap dingin membuat asanya jadi melonggar.

__________________________

Mimpi buruk membangunkannya

Dari tidur yang tidak lama

Lalu sekilas bayangan menimpa raut wajahnya

Membuat dia bergerak kedekat jendela

Hampa, harap, menguap

Seperti malam-malam yang sudah lewat

__________________________

“Leli,” panggilnya gugup sembari membuka jendela. Wajah tuanya menjenguk ke halaman rumah yang sepi. “Jika itu kau maka perlihatkanlah dirimu,” ucapnya setengah berteriak, namun cukup lama dia membisu tak juga ada jawaban. Dia pun menyandarkan kepalanya ke kayu jendela dengan air mata membasahi baju kemeja putih lusuhnya. Lelaki tua itu pilu untuk yang kesekian kali.

<>

14 tahun yang lalu

Malam cerah berhias bintang dengan rembulan yang bertengger diantaranya, sabit indah dengan lengkungan gelap yang menutupinya, bergerak mengikuti pergerakan mobil yang melaju dijalan sepi. Sepasang kekasih yang baru 2 hari merajut rumah tangga itu berencana menghabiskan bulan madu mereka di vila indah yang ada di daerah penggunakan.

______________________________________

Selendang jinggamu berkibar menyapu malam

Mengalihkan dinginnya angin

Menghangatkan suasanan hati

Dan saat kau merapatkan dirimu dipelukanku

Debar jantung kita beradu bersahutan

Menguat, menjadikan malam hanya milik kita berdua

_____________________________________

Lonceng kastil tua yang berada diseberang danau tepat vila mereka berada, berdentang menggema melewati pepohonan pinus yang bergoyang. Membuat pasangan tadi menatap keluar kearah lampu kastil yang mereka lihat dari jendela vila. Tiba-tiba saja lampu vila padam, keadaan ruangan tempat mereka berada menjadi gelap gulita.

“Mack, kau mau kemana?,” tanya si perempuan yang merasakan pergerakan suaminya bangkit dari sofa.

“Kau diam di sini, aku akan mencari lilin,” ucapnya sambil menyalakan pematik yang sebelumnya ada didalam kantongnya.

_____________________________________

Gelap menelan senyap

Kunang-kunang bersembunyi di pepohonan

Suara langkah terdengar mengabur

Demikian juga dengan pandangan berubah kabur

Lalu sesekali cahaya muncul

lewat pematik yang terus padam tersapu angin

Dan teriakan nyaring melengking

Bersamaan dengan kawanan lampu

Yang menyala disetiap penjuru

_____________________________________

Mack berlari menuju asal teriakan tadi, dan saat dia mencapai halaman belakang vila, suara tadi lenyap di antara pepohonan pinus yang gelap. “Leli!,” teriaknya, namun tidak ada jawaban yang didapatkannya. Ketika dia maju ingin menerobos hutan pinus, di bawah remang cahaya lampu belakang, terlihat noda darah terseret kedalam hutan. Rasa panik semakin memacu adrenalinnya, dia pun berlari ke dalam hutan pinus sambil memanggil nama istrinya. Namun hingga siang kembali menjemput, Leli tidak juga ditemukannya.

<>

Sudah 14 tahun waktu berlalu, usia sudah memakan ketampanannya, begitu juga dengan waktunya untuk berpetualang mencari cinta yang lain. Bukan karena dia tidak mau mencari, namun bayangan istrinya dirasanya selalu hadir mengawasi setiap malamnya. 14 tahun ini adalah 14 tahun terberat dalam hidupnya dan di tahun-tahun terakhir ini penyakit jantung yang dideritanya semakin mengikis kehidupannya, tak lama lagi hidupnya akan menjadi debu yang menghilang tersapu waktu.

_____________________________

Di balik jendela

Bayangan itu muncul bagaikan nyata

Hingga tiba suatu saat

Bayangan itu berhenti bergerak

Mata keemasannya terpancar didalam gelap

Merah di bibirnya merona membentuk senyum kesedihan

Andai aku bisa meminta

Kumohon kau dengarkan aku

Dengarkan panggilanku

_____________________________

“Leli,” panggilnya gugup sembari membuka jendela. Wajah tuanya menjenguk ke halaman rumah yang sepi. “Jika itu kau maka perlihatkanlah dirimu,” ucapnya setengah berteriak, namun cukup lama dia membisu tak juga ada jawaban. Dia pun menyandarkan kepalanya ke kayu jendela dengan air mata membasahi baju kemeja putih lusuhnya. Lelaki tua itu pilu untuk yang kesekian kali.

Dan jauh didalam hutan di balik jendela, seorang perempuan muda berjalan menjauh, kepalanya melengak ke langit, kedua tangannya merentang lepas. Sayap-sayapnya muncul membawanya terbang melintasi malam yang panjang. Saat di angkasa dia berpaling sejenak, memandang kearah jendela yang terlihat seperti titik cahaya bintang dikejauhan.

“Maafkan aku,” ucapnya sembari menyapu darah di bibirnya. “Tak pernah ada keberanian bagiku untuk melakukan ini,” lanjutnya yang kemudian kembali berpaling dan pergi ditelan malam.

____________________________

Di balik jendela tubuh itu bergetar

Roboh dan terkapar

Bekas gigitan itu meracuninya

Membuat jantungnya berhenti berdetak

Senyap, sepi di jendela tadi

Menyisakan sosok yang telentang

Perlahan dibukanya kedua mata

Yang tersisa adalah warna merah menyala

______________________________

<>

Komentar